Curhat Seorang Ayah

Curhat Seorang Ayah
:Yons Achmad*

Apa yang paling membuat sedih seorang ayah? Ketika dia belum bisa memberikan apa yang diinginkan oleh istri dan anak-anaknya.  Itu sebabnya, dia  terus bekerja keras agar bisa membahagiakan keluarganya.  Tapi, yang juga membuat dia sedih lagi, ketika anak-anaknya sakit dan terpaksa  urung  membawanya ke dokter lantaran tak punya uang cukup untuk berobat. Sedih, dia teramat sedih.

Tapi, kesedihan itu tidak pernah ditampakkanya kepada keluarganya. Kadang, memang, kalau sedang teramat sedih, suka tidak terkontrol emosinya. Marah-marah tak beralasan, tanpa sebab. Tapi, kemudian dia akhirnya akan menyadari bahwa semuanya itu tidak membawa solusi.  Semuanya itu salahnya. Kemarahan tidak akan permah bisa menyelesaikan masalah. Lantas, apa yang dia perbuat?

Dia akan terus bekerja dan kembali bekerja. Walau mungkin gaji atau penghasilannya tidak akan pernah cukup, tapi setidaknya dia akan berbuat maksimal untuk semua itu. Dia juga akan mengubah kebiasaan-kebiasaan lamanya. Misalnya, ketika sedang keluar kantor atau sedang  dinas keluar. Dia akan makan seadanya. Tidak bermewah-mewah. Sebab, dia akan teringat istri dan anak-anaknya di rumah. Yang makannya  barangkali sederhana juga. Hal ini tentu tak pernah dilakukan ketika masih bujangan. Ada makanan, sikat saja.

Kalau sedang, misalnya ada rapat atau menghadiri suatu acara.  Dia memperoleh snack atau makan besar, apakah dia akan makan di tempat? Tidak. Dia akan membungkusnya, menaruhnya di dalam tasnya. Biarkan  istri dan anak-anaknya yang menyantap semuanya itu. Memang,  cerita demikian tidak akan pernah dilakukan oleh seorang ayah yang tajir. Tapi, seorang ayah yang hidupnya sederhana saja dia akan melakukannya.

Lantas, bagaimana ketika dia mendapatkan amarah istrinya, tersebab gagal mencukupi kehidupannya? Dia mungkin kesal, dan pasti kesal karena merasa direndahkan.  Padahal,  telah berusaha semaksimal mungkin. Yang, barangkali tak dipahami istrinya. Tapi, dia tetap tidak akan marah dan terus menyuruh sang istri untuk tetap bersabar, walau saran ini selalu gagal menenangkan istri. Tapi, yang pasti, setelahnya dia diam-diam akan terus berusaha memberikan yang terbaik.

Satu hal pasti, dia akan tetap mencintai keluarganya. Kadang, dia mungkin akan berpikiran untuk pergi saja meninggalkan rumah. Dengan begitu, dia akan bebas, lepas dari segala beban pikiran. Tapi, bagi yang masih punya iman, tentu saja hal ini tidak pernah akan dilakukannya. Keluarga adalah segalanya.

Sebab, dengan adanya keluarga, bisa sebagai jalan baginya untuk belajar bertanggung-jawab. Belajar menjalankan dan merawat amanah berupa anak-anak yang dititipkan Tuhan, Allah  Swt. Selanjutnya. Dengan bekal inilah dia kemudian bisa berharap. Agar di dunia, dia beserta keluarganya bisa hidup berkecukupan, agar bisa beribadah secara nyaman kepada Allah Swt.  Untuk selanjutnya, di akhirat surga menanti. 

Selanjutnya,  untuk memainkan peran khalifah di muka bumi, setidaknya, kehidupan bisa membuatnya selalu dan senantiasa bisa berbagi untuk sesama. Ya, mimpi agar bisa  selalu berbagi kepada sesama.  Tidak muluk-muluk, itulah harapan terbesarnya.  (Yons Achmad/Penulis/Founder KanetIndonesia.com).


0 Response to "Curhat Seorang Ayah"